Pondok Pesantren Sunan Drajat
Pondok Pesantren Sunan Drajat
|
|
Didirikan
|
7 September 1977
|
Jenis
|
Pondok Pesantren
|
Pengasuh
|
|
Lokasi
|
Jl. Raden Qosim Pondok Pesantren Sunan Drajat,
Banjaranyar,Paciran, Lamongan,
|
Situs web
|
Pondok Pesantren Sunan Drajat
didirikan pada tanggal 7 September 1977 di desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan oleh KH. Abdul Ghofur. Menilik
dari namanya pondok pesantren ini memang mempunyai ikatan historis, psikologis,
dan filosofis yang sangat lekat dengan nama Kanjeng Sunan
Drajat, bahkan secara geografis bangunan pondok tepat berada di atas
reruntuhan pondok pesantren peninggalan Sunan Drajat yang sempat menghilang
dari percaturan dunia Islam di Jawa selama beberapa ratus tahun.
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Sunan Drajat
Asrama Putra Pondok Pesantren Sunan Drajat yang baru selesai
di bangun.
Pondok Pesantren Sunan Drajat
adalah salah satu pondok pesantren yang memiliki nilai historis yang amat
panjang karena keberadaan pesantren ini tak lepas dari nama yang disandangnya,
yakni Sunan
Drajat. Sunan Drajat adalah julukan dari Raden Qosim putra kedua
pasangan Raden Ali Rahmatullah
(Sunan
Ampel) dengan Nyi Ageng Manila (Putri Adipati
Tuban Arya Teja). Dia juga memiliki nama Syarifuddin atau Masih
Ma’unat.
Perjuangan Sunan Drajat di
Banjaranyar dimulai tatkala dia diutus ayahandanya untuk membantu perjuangan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu guna
mengembangkan syiar Islam didaerah pesisir pantai utara Kabupaten Lamongan saat ini.
Pada tahun 1440-an ada seorang
pelaut muslim asal Banjar yang mengalami musibah di pesisir pantai utara, kapal
yang ditumpanginya pecah terbentur karang dan karam di laut. Adapun Sang Pelaut
Banjar terdampar di tepian pantai Jelaq dan ditolong oleh Mbah Mayang Madu penguasa
kampung Jelaq pada saat itu.
Melihat kondisi masyarakat
Jelaq yang telah terseret sedemikian jauh dalam kesesatan, Sang Pelaut muslim
itu pun terketuk hatinya untuk menegakkan sendi-sendi agama Allah. Dia pun
mulai berdakwah dan mensyiarkan ajaran Islam kepada penduduk Jelaq dan
sekitarnya. Lambat-laun perjuangan Sang Pelaut yang kemudian hari lebih dikenal
dengan Mbah Banjar, mulai membuahkan
hasil. Apa lagi bersamaan dengan itu Mbah Mayang Madu pun
turut menyatakan diri masuk Islam dan menjadi penyokong utama perjuangan Mbah Banjar.
ada suatu hari, Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu
berkeinginan untuk mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama agar syiar
Islam semakin berkembang, namun mereka menemui kendala dikarenakan masih
kurangnya tenaga edukatif yang mumpuni di bidang ilmu diniyah. Akhirnya mereka
pun sepakat untuk sowan menghadap Kanjeng Sunan Ampel di
Ampeldenta Surabaya. Gayung pun bersambut Kanjeng Sunan Ampel
memberikan restu dengan mengutus putranya Raden Qosim untuk turut serta
membantu perjuangan kedua tokoh tersebut. Akhirnya Raden Qosim mendirikan Pondok
Pesantren di suatu petak tanah yang terletak di areal Pondok Pesantren putri
Sunan Drajat saat ini.
Dia pun mengatakan bahwa
barang siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat tersebut, semoga
Allah menjadikannya manusia yang memiliki derajat luhur. Karena do’a Raden Qosim inilah para
pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat dia dan Raden Qosim pun mendapat gelar
Sunan
Drajat. Sementara itu untuk mengenang perjuangan Mbah Banjar, maka dusun yang
sebelumnya bernama kampung Jelaq, dirubah namanya menjadi Banjaranyar untuk
mengabadikan nama Mbah Banjar dan anyar sebagai
suasana baru di bawah sinar petunjuk Islam.
Sunan
Drajat yang merupakan putra sunan ampel menjadi tokoh
sentral dalam penyebaran agama Islam yang ada di wilayah Lamongan. Raden Qosim atau Sunan
Drajat mendirikan pondok pesantren di suatu petak tanah, terletak di areal
Pondok Pesantren Putri Sunan Drajat saat ini. Dia pun mengatakan bahwa barang
siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat tersebut, semoga Allah
menjadikannya manusia yang memiliki derajat luhur. Karena do’a Raden Qosim inilah para
pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat dia dan Raden Qosim pun mendapat gelar
Sunan
Drajat.
Setelah beberapa lama dia
berdakwah di Banjaranyar, maka Raden Qosim mengembangkan
daerah dakwahnya dengan mendirikan masjid dan pondok pesantren yang baru di
kampung Sentono. Dia berjuang hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di belakang
masjid tersebut. Kampung di mana dia mendirikan masjid dan pondok pesantren itu
akhirnya dinamakan pula sebagai Desa Drajat. Sepeninggalan Sunan
Drajat, tongkat estafet perjuangan dilanjutkan oleh anak cucu dia. Namun
seiring dengan perjalanan waktu yang cukup panjang kebesaran nama Pondok
Pesantren Sunan Drajat pun semakin pudar dan akhirnya lenyap ditelan masa. Saat
itu hanyalah tinggal sumur tua yang tertimbun tanah dan pondasi bekas langgar
yang tersisa. Kemaksiatan dan perjudian merajalela di sekitar wilayah
Banjaranyar dan sekitarnya, bahkan areal di mana Raden Qosim mendirikan Pondok
Pesantren di Banjaranyar saat itu berubah menjadi tempat pemujaan.
Setelah mengalami proses
kemunduran, bahkan sempat menghilang dari percaturan dunia Islam di Pulau Jawa,
pada akhirnya Pondok Pesantren Sunan Drajat kembali menata diri dan menatap
masa depannya dengan rasa optimis dan tekat yang kuat. Hal ini bermula dari
upaya yang dilakukan oleh anak cucu Sunan Drajat yang bercita-cita untuk
melanjutkan perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar. Keadaan itu pun
berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang sama didirikan Pondok
Pesantren Sunan Drajat oleh KH. Abdul Ghofur yang
masih termasuk salah seorang keturunan Sunan
Drajat pada tahun 1977 yang bertujuan untuk melanjutkan perjuangan wali
songo dalam mengagungkan syiar agama Allah di muka bumi.
Munculnya kembali Pondok
Pesantren Sunan Drajat saat ini tentu tidak terlepas dari perjalanan panjang
dan perjuangan anak cucu Sunan Drajat itu sendiri. Sebagai institusi resmi dan
legal, Pondok Pesantren Sunan Drajat tentu memiliki persamaan dan perbedaan
dengan cikal bakal berdirinya pondok pesantren itu sendiri.
Di sisi lain di dalam Pondok
Pesantren Sunan Drajat terdapat pendidikan yang terdiri dari pendidikan formal,
non formal dan in formal. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak semua pondok
pesantren memiliki pendidikan yang mengajarkan tentang pengetahuan dan
keahlian/skill secara intensif terhadap santrinya. Dengan demikian sangat
penting bagi seorang akademisi untuk mempelajari kembali ide-ide dasar yang
muncul dan menyertai perkembangan Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Lembaga Pendidikan
Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai tempat belajar santri, memiliki pola pengajaran pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal antara lain:- MTs Sunan Drajat.
- SMP Negeri 2 Paciran.
- MA Ma'arif 7 Sunan Drajat.
- SMK Sunan Drajat.
- Madrasah Mu'allimin Mu'allimat.
- Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Qosim (STAIRA).
Pengajian Kitab Salaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar